Jumat, 26 April 2013

Ikatan Kimia

Ikatan Kimia

Ikatan kimia terjadi pada unsur-unsur yang tidak stabil, sehingga untuk mencapai kestabilan maka diperlukan suatu interaksi antar unsur-unsur yang tidak stabil. Pada proses interaksi tersebut melibatkan elektron yang terdapat pada kulit terluar dari masing-masing unsur-unsur tersebut.

Jenis-jenis ikatan kimia :

a. Ikatan Ion
  • Terjadi antara unsur logam dengan unsur nonlogam
  • Terjadi transfer elektron, dari unsur logam ke unsur nonlogam
  • Terbentuk antara unsur atom elektropositif dengan dengan unsur atom elektronegatif 
Contoh :
NaBr, KCl, NaF, dll

b. Ikatan Kovalen
  • Terjadi antara unsur nonlogam dengan unsur nonlogam
  • Terjadi penggunaan bersama elektron dari masing-masing unsur atom
Contoh :
HCl, HBr, NH3, H2O dan PCl3 

c. Ikatan Hidrogen
  • Ikatan yang terjadi antara atom Hidrogen pada suatu senyawa dengan suatu atom elektronegatif pada senyawa itu sendiri maupun dengan senyawa yang lain, dengan syarat masing-masing senyawa tersebut terbentuk dengan ikatan kovalen.  
Contoh :
HCl, HBr, NH3, H2O dll




Aplikasi Radioaktif

Aplikasi Peluruhan Radioaktif Alami


  1. Mendeteksi Keretakan Pipa Logam
    Pipa logam yang digunakan sebagi saluran air atau kabel biasanya berada di bawah tanah. Saluran pipa tersebut tersusun dari beberapa logam yang disambungkan dengan cara las. Untuk memastikan bahwa pengelasan logam tersebut tidak meninggalkan celah atau retak, dapat digunakan radioaktif alam iridium-192. Isotop yang mempunyai waktu paruh 73,8 hari ini disimpan dalam pipa, lalu sambungan pipa yang dilas dibungkus dengan film fotografi. Iridium-192 dapat meluruh dengan memancarkan partikel gamma. Radiasi gamma yang dipancarkan dapat menemukan retak ataupun celah pada pipa yang diketahui dari hasil film fotografi yang telah dicetak.
  2.  Mendeteksi Asap
    Alat pendeteksi asap (smoke detector) yang dipasang di gedung atau banguna berguna untuk memberikan peringatan berupa alarm jika terjadi kebakaran di gedung atau bangunan tersebut. Biasanya digunakan radioisotop amerisium-241 (waktu paruh adalah 432,2 tahun) disimpan dalam smoke detector. Amerisium dapat meluruh dengan memancarkan radiasi partikel alfa sehingga partilkel-partikel di udara akan terionisasi dan arus listrik mengalir. ketika terjadi kebakaran , asap akan menghalangi pergerakan partikel alfa sehinga aliran arus akan berkurang yang menyebabkan alarm berbunyi.
  3. Mendiagnosis dan Terapi Penyakit
    Dalam bidang kesehatan dan kedokteran, sifat radioaktif isotop digunakan untuk tujuan diagnosis, terapi, dan penelitian kedokteran. Radioisotop dapat dimasukan ke dalam tubuh (in vivo) atau hanya direaksikan saja dengan darah, cairan lambung, atau urin yang diambil dari tubuh pasien (in vitro).

    Pada studi in vivo, radioisotop dapat dimasukan ke dalam tubuh melalui suntikan, mulut, atau dihirup lewat hidung, informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa citra atau gambar dari orgam atau bagian tubuh pasien yang diperoleh dengan bantuan alat SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) atau PET (Possitron Emission Tomography). Kedua alat ini menggunakan kamera gamma untuk mendeteksi sinar gamma. Selain itu, dapat juga berupa kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu dan angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu.

    Pada studi in vitro, dari tubuh pasien daimbil sejumlah tertentu bahan biologis, misalnya 1 ml darah. Cuplikan tersebut kemudian direaksikan dengan suatu zat yang telah distandarkan dengan radiosotop. Pemeriksaan dilakukan dengan bantuan detektor radiasi gamma yang dirangkaikan dengan suatu sistem instrumentasi. Cara itu dikenal dengan istilah teknik nonimaging dan biasanya dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam darah pasien, seprti insulin dan tiroksin.

    Selain untuk mendiagnosis penyakit, radioisotop juga untuk terapi penyakit-penyakit tertentu, misalnya kanker kalenjar gondok, kanker sel darah merah dan peradangan sendi. Untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam dosis yang sangat kecil. Namun dalam terapi radioisotop diberikan dalam dosis yang besar, terutama dalam pengobatan jaringan kanker. Tujuannya untuk membasmi sel-sel penyusun jaringan kanker.
  4. Menentukan Umur Benda Purbakala
    Peluruhan radioaktif dimanfaatkan dalam bidang arkeologi untuk menentukan umur benda purbakala seperti fosil. Penetuan umur berdasarkan peluruhan isotop karbon -14 di alam. 

Sabtu, 23 Februari 2013

Validasi dan Verifikasi Metode



Validasi dan Verifikasi Metode

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Menurut Harvey (2000), validasi merupakan suatu proses evaluasi kecermatan dan keseksamaan yang dihasilkan oleh suatu prosedur dengan nilai yang dapat diterima. Sebagai tambahan, validasi memastikan bahwa suatu prosedur tertulis memiliki detail yang cukup jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh analis atau laboratorium yang berbeda dengan hasil yang sebanding.

Verifikasi metode adalah suatu tindakan validasi metode tetapi hanya pada beberapa beberapa karakteristik performa saja. Laboratorium harus menentukan karakteristik performa yang dibutuhkan. Spesifikasi analisis dapat menjadi acuan untuk merancang proses verifikasi. Rancangan yang baik akan menghasilkan informasi yang dibutuhkan serta meminimalisir tenaga, waktu, serta biaya. Pemilihan parameter validasi atau verifikasi tergantung pada beberapa faktor seperti aplikasi, sampel uji, tujuan metode, dan peraturan lokal atau internasional.

Adapun beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam verifikasi metode analisis :

Akurasi
Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Terkadang masalah dalam menentukan akurasi adalah ketidaktahuan terhadap nilai yang sebenarnya. Dalam beberapa tipe sampel kita dapat menggunakan sampel yang telah diketahui nilainya dan mengecek metode pengukuran  kita gunakan untuk menganalisis sampel itu sehingga kita mengetahui akurasi dari prosedur yang diujikan, metode ini disebut dengan CRM (Certified Reference Method). Pendekatan lain adalah dengan membandingkan hasilnya dengan hasil yang dilakukan oleh laboratorium lain atau dengan menggunakan metode referen. Akurasi juga dapat diketahui dengan melakukan uji peoleahan kembali (recovery). Hasil uji ini akurasi dapat dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan pada sampel. Rentang nilai penerimaan kecermatan suatu metode akan bervariasi sesuai kebutuhannya. Adapun AOAC menetapkannya seperti dalam Tabel 1.


Tabel 1 Persentase recovery yang dapat diterima sesuai dengan konsentrasi analit
(%) analit                          Unit                                   Rata-rata recovery (%)
 
100                                         100%                                        98-102
10                                           10%                                          95-102
1                                              1%                                           97-103
0.1                                           0.10%                                      95-105
0.01                                         100 ppm                                  90-107
0.001                                       10 ppm                                    80-110
0.0001                                     1 ppm                                      80-110
0.00001                                   100 ppb                                   80-110
0.000001                                 10 ppb                                     60-115
0.0000001                               1 ppb                                       40-120
(sumber: AOAC 2002)

Sampel ditambahkan (spiking) dengan standar yang telah diketahui jumlah dan kadarnya. Kadar analit dalam penambahan baku dapat dihitung  sebagai berikut;

C  = kadar analit dalam sampel
S   = kadar analit yang ditambahkan pada sampel
R1 = respon yang diberikan sampel
R2 = respon yang diberikan campuran sampel dan analit

Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :




CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pemgukuran
CA = konsentrasi sampel sebenarnya
C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan        
(Harmita, 2004).

Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi dapat dibagi dalam dua kategori yaitu keterulangan atau ripitabilitas (repeatability) dan ketertiruan (reproducibility). Ripitabilitas adalah nilai presisi yang diperoleh jika seluruh pengukuran dihasilkan oleh satu orang analis dalam satu periode tertentu, menggunakan pereaksi dan peralatan yang sama dalam laboratorium yang sama. Ketertiruan adalah nilai presisi yang dihasilkan pada kondisi yang berbeda, termasuk analis yang berbeda, atau periode dan laboratorium yang berbeda dengan analis yang sama. Karena ketertiruan dapat memperbanyak sumber variasi, ketertiruan dari analisis tidak akan lebih baik hasilnya dari nilai keterulangan. Presisi dalam hal ripitabilitas diukur dengan menghitung relative standard deviation atau simpangan baku relatif (RSD) dari beberapa ulangan dan dari nilai simpangan baku tersebut dapat dihitung nilai koefisien varian (KV). Dari nilai KV yang diperoleh dibandingkan dengan KV Horwitz yaitu suatu kurva berbentuk terompet yang menghubungkan reproducibilitas (presisi yang dinyatakan sebagai %KV) dengan konsentrasi analit. Presisi metode analisis diekspresikan sebagai fungsi dari konsentrasi melalui persamaan :

KV Horwits = 2 1-0,5 log C

Dengan menggunakan pembanding KV Horwits nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas adalah KV yang terhitung dari ulangan yang ada harus kurang dari 2/3 dari nilai KV Horwits  (Harvey, 2000).

Linieritas
Linieritas metode analisis menunjukkan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji, yang baik langsung maupun dengan definisi transformasi matematis yang baik, proporsional dengan konsentrasi analat dalam sampel pada range tertentu (Leyva, 2008). Linieritas dapat diuji secara informal dengan membuat plot residual yang dihasilkan oleh regresi linier pada respon konsentrasi dalam satu seri kalibrasi (Thompson, 2002). Linieritas harus dievaluasi dengan pemeriksaan visual terhadap plot absorbansi yang merupakan fungsi dari konsentrasi analat. Jika hubungannya linier, hasil uji dievaluasi lebih lanjut secara statistik dengan perhitungan garis regresi. Dalam penentuan linieritas, sebaiknya menggunakan minimum lima konsentrasi. Rentang penerimaan linieritas tergantung dari tujuan pengujian. Pada kondisi yang umum, nilai koefisien regresi (r2) ≥ 0,99 (EMA, 1995).

Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y= aX+b. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai a=0 dan r=+1 atau -1 bergantung pada arah garis. Sedangkan b menunjukan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Nilai koefisien korelasi yang memenuhi persyaratan adalah sebesar ≥ 0,99970 (ICH, 1995), ≥ 97 (SNI) atau ≥ 0,9980(AOAC).

Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi
Limit deteksi atau Limit of Detection (LOD) suatu metode analisis adalah jumlah terkecil dari analit yang dapat dideteksi namun jumlah ini belum tentu dapat dikuantisasi dengan presisi yang baik oleh metode tersebut. Limit kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) yang disebut juga limit determinasi adalah konsentrasi terendah dari analat yang dapat ditentukan secara kuantitatif dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima. Giese dengan menentukan kurva kalibrasi menggunakan sepuluh level konsentrasi, atau melakukan analisis blanko berulang. Tetapi ada masalah dalam pendekatan menggunakan blanko karena seringkali sulit diukur dan variasinya sangat tinggi. Lebih lanjut, nilai yang didapat dengan pendekatan seperti ini tidak bergantung dari analit. Limit deteksi hanya berguna untuk mengontrol ketidakmurnian yang tidak diinginkan yang konsentrasinya harus tidak lebih dari level tertentu dan mengontrol kontaminan dengan konsentrasi rendah, sedangkan materi yang bermanfaat harus ada pada konsentrasi yang cukup tinggi agar dapat menjadi fungsional. Limit deteksi dan kuantitasi seringkali bergantung pada kemampuan instrumen (AOAC, 2002).
Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan;

Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
K = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuntitasi
Sb = simpangan baku respon analit dari blanko
SI = arah garis linear ( kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi sama dengan slope (b pada persamaan garis Y= a + bx).

Limit deteksi dan limit kuantisasi, limit deteksi (LOD) adalah konsentrasi terendah yang masih dapat terdeteksi oleh suatu alat. Besar limit deteksi biasanya dinyatakan dengan nilai rata-rata blangko + 3 S, dimana S adalah standar deviasi (simpangan baku) dari blangko. Sedangkan limit kuantitasi adalah konsentrasi terendah yang dapat ditentukan dengan besar presisi dan akurasi ynag dapat diterima. Besar limit kuantitasi biasanya dinnyuatakan dengan nilai rata-rata blanko +10 S.

Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantitasi adalah melalui penentuan rasio S/N (signal to noise ratio). Nilai simpangan baku blanko ditentukan dengan cara menghitung tinggi derau pada pengukuran blanko sebanyak 20 kali pada analit yang memberikan respon (Harmita, 2004).

Uji t dan F

Uji signifikansi meliputi uji t-student dan uji F . Uji t membandingkan rata-rata ulangan yang dilakukan oleh dua metode dan membuat asumsi dasar atau hipotesis nol, bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata dari dua set data (James, 1999). Uji t memberikan jawaban ya atau tidak terhadap pembenaran dari hipotesis nol dengan keyakinan yang pasti, seperti 95% atau bahkan 99%. Nilai kritik untuk t didapat dari tabel pada derajat bebas yang tepat. Jika nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel maka hipotesis nol dapat ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara dua metode. Nilai t hitung didapat dari rumus; 

dengan derajat bebas sebesar n1+n2-2

Uji F atau uji rasio-varian digunakan untuk membandingkan antara dua standar deviasi, yang berarti membandingkan pula ketelitian antara dua metode. Asumsi dasar atau hipotesis nol dari uji ini adalah bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara dua standar deviasi. Hipotesis nol ditolak jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara ketelitian dua metode.

Nilai F hitung didapat dari rumus :

Keterangan : nilai s yang lebih besar ditempatkan sebagai pembilang sehingga F >1

Anova                   
Selain uji t dan F juga digunakan uji One Way Anova untuk menguji apakah rata-rata lebih dari dua sampel berbeda secara signifikan atau tidak. Hipotesis nol (H0) yaitu rata-rata populasi adalah identik, sedangkan hipotesis tandingannya (H1) yaitu rata-rata populasi tidak identik. H0 diterima jika nilai probabilitas > 0.05 dan H0 ditolak jika probabilitas < 0.05 (Santoso 2000).

Bahan Acuan
Bahan acuan memainkan peranan penting untuk mengeahui akurasi dalam melakukan validasi atau verifkasi. Bahan acuan disini dapat diartikan sebaga bahan atau zat yang memiliki sifat-sifat tertentu yang cukup homogen dan stabil yang telah ditetapkan untuk dapat digunakan dalam pengukuran atau dalam pengujian suatu contoh. Bahan acuan dapat digunakan untuk mengontrol presisi pengukuran walaupun bahan acuan tidak memiliki nilai acuan (assigned value), sedangkan untuk kalibrasi atau untuk mengontrol kebenaran pengukuran hanya bahan acauan yang memiliki nilai acuan yang dapat digunakan (Dara, 2010). Kalibrasi dan pengontrolan analisis sangat penting, karena menyangkut kehandalan hasil pengujian. Untuk pengambilan keputusan yang krusial diperlukan hasil pengujian yang dapat dipercaya (Nuryatini 2010).

Bahan acuan dapat dibagi menjadi dua yaitu Certified Reference Material (CRM) dan Standard Reference Material (SRM). CRM dapat ditelusur hingga standar internasional dengan ketidakpastian yang telah diketahui dan oleh karena itu dapat digunakan untuk mengukur semua aspek bias secara bersamaan, dengan asumsi bahwa tidak ada ketidaksesuaian matriks. Perlu dipastikan bahwa nilai ketidakpastian yang dimiliki cukup kecil sehingga dapat mendeteksi bias pada kisaran tertentu. Tetapi jika nilainya tidak cukup kecil, penggunaan CRM masih dianjurkan, tetapi dengan disertai dengan pengujian tambahan. Jika diperlukan dan dapat dilakukan, sejumlah CRM yang sesuai dengan matriks dan konsentrasi analit sebaiknya diujikan.

SRM dapat digunakan jika tidak ada CRM. SRM adalah material yang telah dikarakterisasi dengan baik untuk tujuan validasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika nilai bias tidak signifikan, hal ini bukan berarti merupakan bukti bahwa tidak adanya bias sama sekali. Akan tetap jika terdapat bias yang signifikan, hal ini menandakan perlunya investigasi lebih lanjut. SRM dapat berupa material yang telah dikarakterisasi oleh produsen CRM tetapi tidak dilengkapi dokumen mengenai nilai ketidakpastiannya atau material yang telah terkualifikasi oleh sebuah manufakturer; materials yang dikarakterisasi dalam laboratorium sebagai reference material, dan material yang didistribusikan dalam proficiency test. Meskipun ketertelusuran dari material tersebut dipertanyakan, jauh lebih baik untuk menggunakan material tersebut dibandingkan tidak melakukan pengukuran terhadap bias sama sekali. Material dapat digunakan dengan cara yang sama seperti CRM, sekalipun tidak ada nilai ketidakpastian yang tercantum, seluruh pengujian yang signifikan bergantung seluruhnya pada presisi yang dapat diamati dari hasil (Thompson, 2002).