Validasi dan Verifikasi Metode
Validasi
metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan
percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Menurut Harvey (2000),
validasi merupakan suatu proses evaluasi kecermatan dan keseksamaan yang
dihasilkan oleh suatu prosedur dengan nilai yang dapat diterima. Sebagai
tambahan, validasi memastikan bahwa suatu prosedur tertulis memiliki detail
yang cukup jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh analis atau laboratorium yang
berbeda dengan hasil yang sebanding.
Verifikasi
metode adalah suatu tindakan validasi metode tetapi hanya pada beberapa
beberapa karakteristik performa saja. Laboratorium harus menentukan
karakteristik performa yang dibutuhkan. Spesifikasi analisis dapat menjadi
acuan untuk merancang proses verifikasi. Rancangan yang baik akan menghasilkan informasi
yang dibutuhkan serta meminimalisir tenaga, waktu, serta biaya. Pemilihan
parameter validasi atau verifikasi tergantung pada beberapa faktor seperti
aplikasi, sampel uji, tujuan metode, dan peraturan lokal atau internasional.
Adapun
beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam verifikasi metode
analisis :
Akurasi
Akurasi
atau kecermatan adalah ukuran yang
menunjukan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Terkadang
masalah dalam menentukan akurasi adalah ketidaktahuan terhadap nilai yang
sebenarnya. Dalam beberapa tipe sampel kita dapat menggunakan sampel yang telah
diketahui nilainya dan mengecek metode pengukuran kita gunakan untuk menganalisis sampel itu
sehingga kita mengetahui akurasi dari prosedur yang diujikan, metode ini
disebut dengan CRM (Certified Reference
Method). Pendekatan lain adalah dengan membandingkan hasilnya dengan hasil
yang dilakukan oleh laboratorium lain atau dengan menggunakan metode referen. Akurasi juga dapat
diketahui dengan melakukan uji peoleahan kembali (recovery). Hasil uji ini akurasi dapat dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan pada sampel. Rentang nilai penerimaan kecermatan suatu metode akan
bervariasi sesuai kebutuhannya. Adapun AOAC menetapkannya seperti dalam Tabel
1.
Tabel
1 Persentase recovery yang dapat diterima sesuai dengan konsentrasi
analit
(%) analit Unit Rata-rata recovery (%)
100
100% 98-102
10 10%
95-102
1 1%
97-103
0.1
0.10% 95-105
0.01
100 ppm 90-107
0.001 10 ppm 80-110
0.0001
1 ppm 80-110
0.00001 100 ppb 80-110
0.000001 10 ppb 60-115
0.0000001
1 ppb 40-120
(sumber: AOAC 2002)
Sampel
ditambahkan (spiking) dengan standar yang telah diketahui jumlah dan
kadarnya. Kadar analit dalam penambahan
baku dapat dihitung sebagai berikut;
C = kadar analit
dalam sampel
S = kadar analit
yang ditambahkan pada sampel
R1 = respon yang diberikan sampel
R2 = respon yang diberikan campuran sampel dan
analit
Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan
dengan rumus sebagai berikut :
CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh
dari pemgukuran
CA = konsentrasi sampel sebenarnya
C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan
(Harmita, 2004).
Presisi
Presisi
adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual,
diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur
diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang
homogen (Harmita, 2004). Presisi dapat dibagi dalam dua kategori yaitu keterulangan
atau ripitabilitas (repeatability) dan ketertiruan (reproducibility).
Ripitabilitas adalah nilai presisi yang diperoleh jika seluruh pengukuran
dihasilkan oleh satu orang analis dalam satu periode tertentu, menggunakan
pereaksi dan peralatan yang sama dalam laboratorium yang sama. Ketertiruan
adalah nilai presisi yang dihasilkan pada kondisi yang berbeda, termasuk analis
yang berbeda, atau periode dan laboratorium yang berbeda dengan analis yang
sama. Karena ketertiruan dapat memperbanyak sumber variasi, ketertiruan dari
analisis tidak akan lebih baik hasilnya dari nilai keterulangan. Presisi dalam hal ripitabilitas diukur
dengan menghitung relative standard deviation atau simpangan baku relatif (RSD) dari beberapa
ulangan dan dari nilai simpangan baku tersebut dapat dihitung
nilai koefisien varian (KV). Dari nilai KV yang
diperoleh dibandingkan dengan KV Horwitz yaitu suatu kurva berbentuk terompet
yang menghubungkan reproducibilitas (presisi yang dinyatakan sebagai %KV)
dengan konsentrasi analit. Presisi metode analisis diekspresikan sebagai fungsi
dari konsentrasi melalui persamaan :
KV Horwits = 2 1-0,5 log C
Dengan
menggunakan pembanding KV Horwits nilai yang dapat diterima untuk ripitabilitas
adalah KV yang terhitung dari
ulangan yang ada harus kurang dari 2/3 dari nilai KV Horwits (Harvey, 2000).
Linieritas
Linieritas
metode analisis menunjukkan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji,
yang baik langsung maupun dengan definisi transformasi matematis yang baik,
proporsional dengan konsentrasi analat dalam sampel pada range tertentu (Leyva,
2008). Linieritas dapat diuji secara informal dengan membuat plot residual yang
dihasilkan oleh regresi linier pada respon konsentrasi dalam satu seri
kalibrasi (Thompson, 2002). Linieritas harus dievaluasi dengan pemeriksaan
visual terhadap plot absorbansi yang merupakan fungsi dari konsentrasi analat.
Jika hubungannya linier, hasil uji dievaluasi lebih lanjut secara statistik
dengan perhitungan garis regresi. Dalam penentuan linieritas, sebaiknya
menggunakan minimum lima konsentrasi. Rentang penerimaan linieritas tergantung
dari tujuan pengujian. Pada kondisi yang umum, nilai koefisien regresi (r2)
≥ 0,99 (EMA, 1995).
Sebagai
parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis
regresi linier Y= aX+b. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai a=0 dan
r=+1 atau -1 bergantung pada arah garis. Sedangkan b menunjukan kepekaan
analisis terutama instrumen yang digunakan. Nilai koefisien korelasi yang
memenuhi persyaratan adalah sebesar ≥ 0,99970 (ICH, 1995), ≥ 97 (SNI) atau ≥
0,9980(AOAC).
Limit
Deteksi dan Limit Kuantitasi
Limit
deteksi atau Limit of Detection (LOD) suatu metode analisis adalah
jumlah terkecil dari analit yang dapat dideteksi namun jumlah ini belum tentu
dapat dikuantisasi dengan presisi yang baik oleh metode tersebut. Limit
kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ) yang disebut juga limit
determinasi adalah konsentrasi terendah dari analat yang dapat ditentukan
secara kuantitatif dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima. Giese dengan menentukan kurva
kalibrasi menggunakan sepuluh level konsentrasi, atau melakukan analisis blanko
berulang. Tetapi ada masalah dalam pendekatan menggunakan blanko karena
seringkali sulit diukur dan variasinya sangat tinggi. Lebih lanjut, nilai yang
didapat dengan pendekatan seperti ini tidak bergantung dari analit. Limit
deteksi hanya berguna untuk mengontrol ketidakmurnian yang tidak diinginkan
yang konsentrasinya harus tidak lebih dari level tertentu dan mengontrol
kontaminan dengan konsentrasi rendah, sedangkan materi yang bermanfaat harus
ada pada konsentrasi yang cukup tinggi agar dapat menjadi fungsional. Limit
deteksi dan kuantitasi seringkali bergantung pada kemampuan instrumen (AOAC, 2002).
Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan
mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko
dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan;
Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
K = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuntitasi
Sb = simpangan baku respon analit dari blanko
SI = arah garis linear ( kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap
konsentrasi sama dengan slope (b pada persamaan garis Y= a + bx).
Limit deteksi dan limit kuantisasi, limit deteksi (LOD) adalah konsentrasi
terendah yang masih dapat terdeteksi oleh suatu alat. Besar limit deteksi
biasanya dinyatakan dengan nilai rata-rata blangko + 3 S, dimana S adalah
standar deviasi (simpangan baku) dari blangko. Sedangkan limit kuantitasi
adalah konsentrasi terendah yang dapat ditentukan dengan besar presisi dan
akurasi ynag dapat diterima. Besar limit kuantitasi biasanya dinnyuatakan
dengan nilai rata-rata blanko +10 S.
Cara
lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantitasi adalah melalui penentuan
rasio S/N (signal to noise ratio).
Nilai simpangan baku blanko ditentukan dengan cara menghitung tinggi derau pada
pengukuran blanko sebanyak 20 kali pada analit yang memberikan respon (Harmita,
2004).
Uji t dan F
Uji signifikansi meliputi uji t-student
dan uji F . Uji t membandingkan rata-rata ulangan yang dilakukan oleh dua
metode dan membuat asumsi dasar atau hipotesis nol, bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara nilai rata-rata dari dua set data (James, 1999). Uji t
memberikan jawaban ya atau tidak terhadap pembenaran dari hipotesis nol dengan
keyakinan yang pasti, seperti 95% atau bahkan 99%. Nilai kritik untuk t didapat
dari tabel pada derajat bebas yang tepat. Jika nilai t hitung lebih besar dari
nilai t tabel maka hipotesis nol dapat ditolak yang berarti terdapat perbedaan
yang signifikan antara dua metode. Nilai t hitung didapat dari rumus;
dengan derajat bebas sebesar n1+n2-2
Uji F atau uji rasio-varian digunakan
untuk membandingkan antara dua standar deviasi, yang berarti membandingkan pula
ketelitian antara dua metode. Asumsi dasar atau hipotesis nol dari uji ini
adalah bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara dua standar deviasi.
Hipotesis nol ditolak jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel yang
berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara ketelitian dua metode.
Nilai F hitung didapat dari rumus :
Keterangan : nilai s yang lebih besar
ditempatkan sebagai pembilang sehingga F >1
Anova
Selain uji t dan F juga digunakan uji
One Way Anova untuk menguji apakah rata-rata lebih dari dua sampel
berbeda secara signifikan atau tidak. Hipotesis nol (H0) yaitu rata-rata
populasi adalah identik, sedangkan hipotesis tandingannya (H1) yaitu rata-rata
populasi tidak identik. H0 diterima jika nilai probabilitas > 0.05 dan H0 ditolak
jika probabilitas < 0.05 (Santoso 2000).
Bahan Acuan
Bahan
acuan memainkan peranan penting untuk mengeahui akurasi dalam melakukan
validasi atau verifkasi. Bahan acuan disini dapat diartikan sebaga bahan atau
zat yang memiliki sifat-sifat tertentu yang cukup homogen dan stabil yang telah
ditetapkan untuk dapat digunakan dalam pengukuran atau dalam pengujian suatu
contoh. Bahan acuan dapat digunakan untuk mengontrol presisi pengukuran
walaupun bahan acuan tidak memiliki nilai acuan (assigned value), sedangkan untuk kalibrasi atau untuk mengontrol
kebenaran pengukuran hanya bahan acauan yang memiliki nilai acuan yang dapat
digunakan (Dara, 2010). Kalibrasi dan pengontrolan analisis sangat penting,
karena menyangkut kehandalan hasil pengujian. Untuk pengambilan keputusan yang
krusial diperlukan hasil pengujian yang dapat dipercaya (Nuryatini 2010).
Bahan
acuan dapat dibagi menjadi dua yaitu Certified
Reference Material (CRM) dan Standard
Reference Material (SRM). CRM dapat ditelusur hingga standar internasional
dengan ketidakpastian yang telah diketahui dan oleh karena itu dapat digunakan
untuk mengukur semua aspek bias secara bersamaan, dengan asumsi bahwa tidak ada
ketidaksesuaian matriks. Perlu dipastikan bahwa nilai ketidakpastian yang
dimiliki cukup kecil sehingga dapat mendeteksi bias pada kisaran tertentu.
Tetapi jika nilainya tidak cukup kecil, penggunaan CRM masih dianjurkan, tetapi
dengan disertai dengan pengujian tambahan. Jika diperlukan dan dapat dilakukan,
sejumlah CRM yang sesuai dengan matriks dan konsentrasi analit sebaiknya
diujikan.
SRM
dapat digunakan jika tidak ada CRM. SRM adalah material yang telah dikarakterisasi
dengan baik untuk tujuan validasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika
nilai bias tidak signifikan, hal ini bukan berarti merupakan bukti bahwa tidak
adanya bias sama sekali. Akan tetap jika terdapat bias yang signifikan, hal ini
menandakan perlunya investigasi lebih lanjut. SRM dapat berupa material yang
telah dikarakterisasi oleh produsen CRM tetapi tidak dilengkapi dokumen
mengenai nilai ketidakpastiannya atau material yang telah terkualifikasi oleh
sebuah manufakturer; materials yang dikarakterisasi dalam laboratorium sebagai reference
material, dan material yang didistribusikan dalam proficiency test.
Meskipun ketertelusuran dari material tersebut dipertanyakan, jauh lebih baik
untuk menggunakan material tersebut dibandingkan tidak melakukan pengukuran
terhadap bias sama sekali. Material dapat digunakan dengan cara yang sama
seperti CRM, sekalipun tidak ada nilai ketidakpastian yang tercantum, seluruh
pengujian yang signifikan bergantung seluruhnya pada presisi yang dapat diamati
dari hasil (Thompson, 2002).